Sangatta – Mewakili Fraksi Amanat Keadilan Berkarya (AKB), Yosep Udau mengatakan, bahwa pelaksanaan APBD merupakan bagian dari pertanggungjawaban keuangan daerah yang diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan wujud dari penguatan transparansi dan akuntabilitas.
Hal tersebut disampaikan oleh Yosep Udau pada Rapat Paripurna Ke – 11, dengan agenda Penyampaian Pandangan Umum Fraksi-Fraksi dalam Dewan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022 di ruang Sidang Utama Gedung DPRD Kutim, Kamis (15/7/2023).
Dirinya menerangkan, terkait dengan pertanggungjawaban keuangan daerah, setidaknya ada 7 (tujuh) laporan keuangan yang harus dibuat oleh pemerintah daerah yaitu neraca, laporan realisasi anggaran, laporan operasional, laporan perubahan saldo anggaran lebih, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.
“Selain berbentuk laporan keuangan, pertanggungjawaban keuangan daerah juga berupa laporan realisasi kinerja. Melalui laporan ini, masyarakat bisa melihat sejauh mana kinerja pemerintah daerahnya. Selain itu laporan ini juga sebagai alat untuk menjaga sinkronisasi dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban yang dilakukan pemerintah daerah,” ungkap Yosep Udau.
Pihaknya mengatakan, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tidak bersifat administratif belaka. Sekalipun telah ada laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bukan berarti DPRD tidak dapat lagi memberikan masukan, saran ataupun melakukan pembahasan.
“Fungsi budgeting dan pengawasan yang melekat pada DPRD tetap harus dapat dijalankan dengan baik, efektif dan efisien demi kemaslahatan bersama dan untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat di Kabupaten kutim,” ujarnya
Terhadap angka-angka yang tertera dalam nota penjelasan Raperda Pertanggungjawaban APBD Kabupaten Kutim Tahun Anggaran 2022 yang telah disampaikan pada sidang paripurna sebelumnya. Fraksi AKB memandang angka-angka tersebut memerlukan pembahasan yang lebih mendalam untuk menguji akan kesesuaian angka-angka dalam Raperda tentang Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tersebut.
“Apakah terdapat angka-angka dalam rencana pendapatan, belanja dan pembiayaan yang tidak berkesesuaian dengan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan secara keseluruhan. Hal ini perlu dilakukan oleh karena LHP pemeriksaan BPK diuji hanya menggunakan sempel per SKPD, sehingga tidak mencakup keseluruhan akan rencana dan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan,” papar Yosep
Fraksi AKB memandang pemerintah daerah dikatakan memiliki kinerja pendapatan yang baik apabila mampu memperoleh pendapatan melebihi jumlah yang dianggarkan. Sebaliknya apabila realisasi pendapatan dibawah jumlah yang dianggarkan, maka hal itu dinilai kurang baik.
Terakhir disampaikan bahwa, Fraksi AKB memandang realisasi belanja senilai Rp 4,04 triliun merupakan angka yang cukup besar, sekalipun hasil lebih diutamakan pada belanja operasi yang mencapai angka Rp 2,61 triliun namun angka ini masih dapat dipertimbangkan untuk disesuaikan dengan pertumbuhan pendapatan sehingga keseimbangan dapat tercapai demi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Kutim.
“Dari realisasi pendapatan Rp 5,12 triliun atau 114,87% dari anggaran pendapatan sebesar Rp 4,46 triliun dapat dikatakan jika Kabupaten Kutim memiliki kinerja pendapatan yang baik. Angka Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 272,43 miliyar menurut Fraksi AKB masih dapat ditingkatkan dengan menggali potensi sumber daya alam dan pengembangan pariwisata yang ada di Kutai Timur. Sebab semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan daerah dalam penyelenggaran desentralisasi,” pungkasnya.(bk)