Sangatta – Diketahui bahwa pabrik pertama coal to methanol di Asia Tenggara itu tampak menunjukkan ketidakpastiannya setelah salah satu konsorsiumnya yakni Air Products mundur. Dengan kata lain tidak melanjutkan proyek kerja sama hilirisasi batu bara di Indonesia terutama di Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.
Dalam beberapa informasi disebutkan bahwa investasi industri gasifikasi batu bara itu sebanyak Rp33 triliun. dengan target kapasitas produksi sebesar 1,8 juta ton metanol per tahun. Proyek ini ditargetkan beroperasi komersial pada kuartal IV tahun 2024 mendatang.
Terkait hal tersebut, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kutai Timur (DPRD Kutim), Hepnie memberikan tanggapan terhadap pembangunan pabrik Methanol di Kutai Timur, Kalimantan Timur, dikarenakan belum memperlihatkan progres yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Dirinya menekankan, bahwa betapa pentingnya mempercepat proyek tersebut untuk meningkatkan pembangunan ekonomi daerah.
Hepnie menyebut bahwa, keputusan tersebut terburu-buru pada konteks tertentu.
“Ini, kan, bagian dari rencana pemerintah secara umum terkait hilirisasi. Memang ada ketergesaan disitu dalam memilih,” ucap Hepnie kepada para awak media belum lama ini.
Dirinya mencontohkan masalah serupa seperti pertambangan lithium dengan Tesla, Inc. Ketika pemerintah sudah meyakini perusahaan otomotif dan penyimpanan energi asal Amerika Serikat itu bakal berinvestasi di Indonesia. Namun belakangan ternyata rencana bisnis tersebut tidak menemukan kepastiannya.
“Cuman memang tidak sesempurna itu artinya memang ada yang nggak kompeten mungkin,” pungkasnya.(bk)