Sangatta – Gugatan terkait tapal batas di Kampung Sidrap antara Pemkot Bontang dan Pemkab Kutai Timur (Kutim) telah mencapai Mahkamah Agung (MA) pada Agustus 2023 lalu, dengan gugatan yang diajukan oleh Pemkot Bontang.
Menghadapi gugatan ini, Ketua DPRD Kutim, Joni, menyatakan sikap santai dan tidak berkeinginan untuk terlalu membebani diri, karena menurutnya, Kampung Sidrap tetap akan berada di bawah Kutim.
“Kami santai saja. Laporkan saja, tapi kami yakin, tidak akan menang,” ujar Joni ketika ditemui di kantornya pada Kamis (9/11/2023) sore.
Selain sikap santai, Joni menyatakan bahwa Kutim tidak merasa perlu melakukan persiapan berlebihan menghadapi gugatan tersebut. Sebagai contoh, Bontang telah menyiapkan anggaran khusus hingga Rp 3,7 miliar dan menunjuk tim kuasa hukum yang dipimpin oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva.
Politikus PPP ini menegaskan bahwa semua itu tidak diperlukan, karena menurutnya, berdasarkan regulasi dan secara geografis, Kampung Sidrap berada di wilayah Kutim. Regulasi yang diacu Joni adalah Undang-Undang Nomor 47 Tahun 999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Bontang.
“Tidak perlu persiapan seperti Bontang, ngapain. Kan jelas itu (Kampung Sidrap) punya kami,” tegasnya.
Joni menambahkan bahwa pihaknya hanya akan menunggu hasil putusan gugatan. Jika MA mengabulkan gugatan Bontang, Kutim akan menerima dengan lapang dada melepaskan Kampung Sidrap. Namun, selama belum ada keputusan resmi, dan meskipun secara geografis Kampung Sidrap lebih dekat dengan Bontang, Kutim tetap teguh bahwa mereka tidak akan melepaskan sejengkal pun wilayah yang memiliki luas sekitar 179 hektar itu.
“Kami juga sudah pernah menjawab surat Gubernur Kaltim. Kami tidak akan melepaskan secuil pun untuk Sidrap itu. Kalau milik Kutim, ya milik Kutim,” pungkasnya. (bk)