SANGATTA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim), dr. Novel mengakui adanya kekeliruan dalam menentukan acuan peraturan untuk penyusunan Raperda HIV/AIDS oleh Panitia Khusus (Pansus). Menurutnya, acuan yang seharusnya digunakan adalah Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 23 tahun 2023, yang mencakup pencegahan dan penanggulangan HIV, AIDS, dan Infeksi Menular Seksual (IMS).
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Panita Khusus (Pansus) yang dibentuk beberapa waktu lalu, salah satunya tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Namun, setelah dicek ternyata ada regulasi yang berubah.
“Kami akan berdiskusi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang ada di Samarinda untuk mengharmonisasi dan mengubah naskah akademiknya. Sebab regulasinya sudah berubah. Setelah itu barulah kita mulai dengan tahapan kerja-kerja Pansus,” ujar Novel.
Lebih lanjut, dr. Novel berharap ada Forum Grup Diskusi (FGD) yang melibatkan semua pihak terkait, termasuk penggiat kesehatan, Dinas Kesehatan, Badan Narkotika Daerah, dan media.
Partisipasi dari berbagai pihak dianggap penting untuk memperoleh masukan yang berkualitas dalam menyusun konsep Peraturan Daerah (Perda) yang dapat ditambahkan pada draft naskah akademik.
Sementara itu, Ketua Badan Perumusan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kutim, Agusriansyah, menyatakan optimisme bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat diselesaikan tepat waktu. Meskipun menilai bahwa aktivitas politik sedang meningkat, dia yakin empat Raperda tersebut bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat, asalkan ada keseriusan dalam pembahasannya.
Agusriansyah menambahkan bahwa konsultasi di tingkat Provinsi masih diperlukan sebelum Raperda tersebut dapat disahkan.
“Karena ini pembahasannya tidak terlalu lama, kalau mau dikejar dengan serius, tidak membutuhkan waktu sampai satu bulan. Sehingga menurut kita Insya Allah ini dapat selesai,” ujarnya. (bk)