Samarinda – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) di Kalimantan Timur telah menerima Sertifikat Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Timur. Sertifikat tersebut diberikan sebagai pengakuan terhadap Tenun Rakat dan Tari Hudoq, yang merupakan warisan budaya khas Kutim. Acara penyerahan sertifikat tersebut berlangsung pada hari Selasa (20/6/2023) di Hotel Aston Samarinda.
Sekretaris Dinas Pariwisata Kutim, Tirah Satriani, menerima sertifikat KIK untuk Tenun Rakat secara langsung dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kaltim, Sofyan. Selain itu, sertifikat KIK untuk Tari Hudoq diterima oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kutim, Zubair.
Tirah Satriani menjelaskan bahwa Tenun Rakat merupakan karya desain khas Kutim yang diciptakan oleh Bupati pertama H. Awang Faroek Ishak pada tahun tertentu. Desain tersebut kemudian diberikan kepada warga Desa Kaliorang yang berasal dari Nusa Tenggara Timur bernama Rusmince. Tenun Rakat memiliki ciri khas dengan proses pembuatan yang dilakukan dengan cara diikat secara langsung.
“Tenun rakat ini sedikit berbeda dengan kain tenun pada umumnya, karena proses pembuatannya dilakukan dengan cara diikat secara langsung,” ungkap Tirah.
Motif Tenun Rakat terus dikembangkan agar menjadi kain khas Kutim dan telah berhasil dipromosikan dalam berbagai acara, termasuk Indonesia Fashion Week. Dalam upaya untuk menjaga dan melindungi kekayaan intelektual komunal, pemerintah Kutim menginisiatifkan pendaftaran Tenun Rakat dan Tari Hudoq untuk mendapatkan sertifikat KIK.
Tirah Satriani juga mengungkapkan bahwa Tenun Rakat melambangkan persatuan, gotong royong, dan kerjasama untuk menghasilkan yang terbaik. Sertifikat KIK ini berlaku seumur hidup bagi pencipta dan berlangsung selama 70 tahun setelah penciptanya meninggal dunia.
“Kenapa diberikan nama Tenun Rakat, nama ini diambil dari bahasa Kutai yaitu Rakat yang memiliki arti bersatu. Kain Tenun Rakat melambangkan persatuan, gotong royong, dan kerjasama untuk menghasilkan yang terbaik,” kata Tirah Satriani, penerima Surat Pencatatan Ciptaan Kain Tenun Rakat.
“Kami ingin Tenun ini menjadi ciri khas Kutai Timur, oleh karena itu kami (Dispar Kutim) menginisiatifkan pendaftaran Tenun ini untuk mendapatkan sertifikat KIK. Alhamdulillah, Tenun Rakat telah menjadi ciri khas Kutim dan sertifikat KIK ini berlaku seumur hidup bagi pencipta dan berlangsung selama 70 tahun setelah penciptanya meninggal dunia, yang dihitung mulai 1 Januari tahun berikutnya,” imbuhnya.
Dirinya optimis bahwa kain Tenun Rakat khas Kutim ini akan menjadi produk ekonomi kreatif yang memiliki daya saing.
Selain itu, Tari Hudoq juga telah memperoleh Sertifikat KIK yang diterima oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kutim, Zubair. Langkah ini bertujuan untuk melindungi dan memperkuat hak kekayaan intelektual masyarakat Kutim terkait warisan budaya mereka.
Dengan adanya sertifikat KIK untuk Tenun Rakat dan Tari Hudoq, diharapkan bahwa warisan budaya ini dapat dilestarikan dan dikembangkan lebih lanjut, memberikan manfaat ekonomi dan kebanggaan bagi masyarakat Kutim. (bk)