Sangatta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Agusrianyah Ridwan, mengungkapkan keprihatinannya terkait pembatalan pembangunan dua proyek infrastruktur penting, yaitu Masjid Attaubah dan Pasar Modern di Kecamatan Sangatta Selatan. Proyek-proyek ini direncanakan dibiayai melalui skema Multiyears Contract (MYC), namun belum berjalan seperti yang diharapkan.
Menurut Agusrianyah, batalnya pembangunan ini disebabkan oleh adanya pertimbangan teknis di lapangan yang perlu diteliti lebih mendalam. Ia menyebutkan bahwa ada kaidah dan regulasi yang harus dipenuhi, baik dari sisi hukum maupun aspek lainnya yang mungkin mempengaruhi kelanjutan proyek.
“Dalam persoalan Pembangunan ada kaidah yang harus di penuhi, mungkin dari sisi hukum, serta persoalan lainya, dan ini perlu di tanyakan secara langsung oleh dias terkait,” ujarnya.
Agusrianyah menambahkan bahwa meskipun proyek tersebut belum berjalan, belum bisa dikategorikan sebagai kegagalan total. Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari dinas terkait mengenai alasan pembatalan atau penundaan pembangunan Masjid dan Pasar Modern yang menelan biaya kurang lebih Rp 65 milyar tersebut.
“Kami juga di DPRD belum mendapatkan informasi secara detail mengenai belum terlaksanaknya Pembangunan ini, namun dari informasi yang saya dapatkan, persoalan mengenai lokasi Pembangunan yang belum menemui titik terang. Ada yang ingin tetap di lokasi awal, ada juga yang ingin pindah, dan ini dinamika di lapangan,” jelas Agusriansyah yang juga sebagai Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kutim.
Ia berharap, meskipun proyek ini menghadapi banyak tantangan, pembangunan Masjid dan Pasar Modern harus tetap dilanjutkan. Menurutnya, proyek ini merupakan salah satu aspirasi masyarakat yang sudah lama diharapkan dan ingin diwujudkan oleh pemerintah daerah.
“Yang pasti, kebutuhan akan fasilitas ini tidak boleh tidak terwujud,” pungkasnya. (bk)