Sangatta – Pada Rapat Paripurna ke-11, Fraksi-fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur menyampaikan pandangan umum mereka terhadap Nota Penjelasan Kepala Daerah Mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kutim Tahun Anggaran 2024.
Rapat paripurna dipimpin oleh Ketua DPRD Kutim, Joni, dan didampingi oleh Wakil Ketua I DPRD Kutim, Asti Mazar. Turut hadir dalam rapat tersebut Asisten I Pemerintahan Umum dan Kesejahteraan Rakyat Poniso Suryo Renggono, Asisten II Bidang Prekonomian Pembangunan Zubair, Sekretaris Dewan (Sekwan) Juliansyah, dalam sidang paripurna yang digelar di Ruang Sidang Utama Kantor DPRD Kutai Timur, Bukit Pelangi, Sangatta, Kamis (09/11/2023).
Mewakili Fraksi Nasdem, Kajan Lahang menyampaikan Pemandangan Umum Fraksi terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kutim Tahun Anggaran 2024.
Dirinya menyampaikan, bahwa penyampaian dan pembahasan RAPBD merupakan salah satu rangkaian atau tahapan dalam penetapan APBD, maka sudah seharusnya RAPBD Kutim Tahun Anggaran 2024 disusun berdasarkan ketentuan perundang-undangan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dirinya juga menjelaskan, bahwa RAPBD Kutim Tahun Anggaran 2024 merupakan salah satu kebijakan dibidang keuangan yang dibuat dan diterapkan untuk mendukung pelaksanaan tujuan dan sasaran pembangunan daerah.
“Oleh karena itu, sudah sepantasnya agar kegiatan pembangunan daerah didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2021-2026 dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2024, serta KUA dan PPAS Tahun Anggaran 2024,” jelasnya.
Kajan Lahang menambahkan, bahwa RAPBD Kutim Tahun Anggaran 2024 sebagai perencanaan anggaran agar dapat dijadikan acuan bagi setiap Perangkat Daerah di Kutim dalam menenentukan batas maksimal anggaran untuk alokasi program dan kegiatan.
Dirinya menyoroti bahwa sebagian wilayah kecamatan di Kutim masih minim investasi, dalam hal ini adalah keadilan sosial dan pembukaan aksesbilitas ekonomi pedesaan. Hal tersebut memberikan dampak pada minimnya infrastruktur pembangunan wilayah, meningkatnya pengangguran dan tingginya angka kemiskinan.
Terakhir, dirinya berharap agar pemerintah lebih serius dalam memberikan perhatian pada sektor pendidikan, terutama untuk masyarakat pedesaan.
“Kualitas layananan pendidikan, minimnya pendidikan lanjut atau tingkat sarjana bagi pemuda pedesaan, serta aksesbilitas untuk meningkatkan skill atau kejuruan harus menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan indikator capaian dibidang pendidikan,” pungkasnya. (bk)