SANGATTA – Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Asti Mazar, menyambut dengan apresiasi pelaksanaan Seminar Pendidikan Politik dan Etika Politik bagi kaum perempuan di Kutim yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah pada tanggal 3 November 2023.
Sebagai salah satu pemimpin di DPRD Kutim, yang juga merupakan politisi dari Partai Golkar, Asti Mazar mendorong perempuan untuk mengikuti langkah yang telah diambil. Terjun ke dunia politik memiliki konsekuensi dan dampak, dan melalui seminar ini, diharapkan perempuan dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan yang dibutuhkan untuk langkah-langkah di masa depan.
“Ada tiga narasumber yang ditampilkan, termasuk Chusnul Mar’iyah yang merupakan dosen ilmu politik Universitas Indonesia dan aktivis perempuan, Sherly Annavita Rahmi sebagai motivator dan konten creator dan terakhir Zulfatun Mahmuda yang merupakan publick speaking trainer,” beber Asti Mazar.
Asti Mazar menyatakan bahwa pelaksanaan Seminar Pendidikan Politik oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kutim adalah hasil dari dorongan dan permintaan masyarakat, terutama dari kaum perempuan. Masyarakat menginginkan adanya kegiatan yang menjadi wadah untuk pengembangan sumber daya manusia.
“Ini bagian dari aspirasi saya mengawal permintaan masyarakat. Mereka meminta ada kegiatan yang menjadi bisa menjadi wadah untuk pengembangan SDM,” imbunya.
Sementara itu, Plt Kadis PPPA Kutim Sulastin meminta kaum perempuan dapat menjadi bagian dari pembangunan daerah dengan memasuki sejumlah bidang termasuk diantaranya legislatif. Kesadaran partisipasi politik merupakan aspek penting dalam tatanan negara demokrasi.
“Ini merupakan momentum, terlebih tahun depan menjadi momen politik yang sangat signifikan,” ucap Sulastin.
Dengan jumlah perempuan yang jauh lebih banyak tentu merupakan salah satu segmen yang bisa digandeng oleh partai politik. Era reformasi ini telah memberikan ruang baru untuk kaum perempuan agar dapat berpartisipasi dalam berbagai bidang termasuk politik.
“Ada sejumlah undang-udang yang mengharuskan kehadiran kaum perempuan. Sehingga harus ada kesadara yang perlu diformalkan dalam berpolitik bagi kaum perempuan. Tidak bisa dipungkiri bahwa partisipasi perempuan Indonesia dipolitik masih dibawah 30 persen,” tutupnya. (bk)