Anggota DPRD Kutim Soroti Maraknya Kasus Perundungan di Sekolah

oleh -585 views
Screenshot 2024 08 02 10 21 38 87 439a3fec0400f8974d35eed09a31f914 e1723985730218

Sangatta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Yan Ipui, menyoroti fenomena perundungan yang kerap terjadi di lingkungan sekolah. Menurutnya, hal ini merupakan masalah serius yang perlu ditangani dengan bijak karena terjadi di tempat yang seharusnya digunakan untuk mendidik dan melindungi anak-anak.

Yan Ipui menekankan bahwa perundungan di sekolah tidak dapat dilepaskan dari sistem pendidikan yang kurang memperhatikan tingkah laku siswa. Oleh karena itu, ia menilai perlu adanya perbaikan dalam sistem pendidikan saat ini untuk mengatasi masalah tersebut.

“Kita tidak bisa menyalahkan satu pihak. Fenomena ini ada keterkaitan dengan sistem yang ada,” tuturnya.

Baca Juga :  Dua Proyek Infrastruktur Batal Dibangun, Agusriansyah: Ada Pertimbangan Teknis

Yan mengungkapkan bahwa perilaku perundungan juga terjadi di Kutim, bahkan ada korban yang harus mendapatkan perawatan medis di rumah sakit. Salah satu contoh yang disebutnya adalah insiden di Muara Wahau, di mana seorang siswa menjadi korban kekerasan fisik dari temannya sendiri dan harus dirawat di rumah sakit.

“Bully ini makin marak, tidak usah jauh-jauh, kemarin di Muara Wahau juga ada. Korbannya dirawat di RS, dia dipukul oleh temannya sendiri,” ungkapnya.

Politisi Partai Gerindra tersebut juga mengkritik kecenderungan pihak sekolah untuk menutupi kejadian perundungan. Menurutnya, sikap ini menunjukkan kelemahan dalam sistem pendidikan yang harus segera diperbaiki agar dapat meminimalisir tindakan perundungan.

Baca Juga :  Cari Referensi Raperda Pengarustamaan Gender, Pansus DPRD Kutim Lakukan Kunker ke Makassar

“Ini marak terjadi dan yang saya kritik adalah banyak sekolah yang masih mau menutupi itu. Seharusnya kita kompak mendidik anak-anak kita dan menyikapi hal-hal seperti ini dengan tegas,” katanya.

Yan Ipui juga menyatakan bahwa masalah perundungan ini terkait dengan cara mendidik guru yang cenderung lembek karena khawatir dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) jika bersikap tegas kepada siswa. Selain itu, penggunaan smartphone oleh siswa juga dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku anarkis mereka.

“Ini mungkin salah satu yang ikut mempengaruhi, bahwa pelanggaran HAM ketika guru itu mendidik, melatih anak-anak kita yang dianggap kasar atau melewati batas. Sehingga saya lihat kecenderungan anak-anak untuk anarkis ini tinggi. Mungkin ada juga faktor gadget yang dilihat,” jelasnya.

Baca Juga :  Apansyah Mengajak Lulusan Siswa Siwsi Untuk Mendaftar ke STIPER Kutim

Yan menegaskan bahwa perundungan tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga verbal. Ia menekankan pentingnya menghentikan tindakan ini untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak-anak saat berada di sekolah.

“Kita harus bersama-sama mengatasi permasalahan ini. Kejadian ini memang marak di sekolah-sekolah. Itu baru, secara fisik, belum yang secara verbal, dengan menggunakan bahasa-bahasa kasar. Ini gejala yang harus kita atasi bersama ke depan,” tutupnya. (bk)