Masdari Kidang Minta Kebijakan Fleksibel untuk Pelayanan Publik Wilayah Perbatasan

oleh -557 views

Sangatta – Anggota DPRD Kutai Timur, Masdari, menyoroti persoalan pelayanan publik bagi warga di perbatasan Kutim dan Bontang. Ia menyebut jarak dan aksesibilitas yang lebih mudah ke Bontang membuat sebagian warga memilih mengurus kebutuhan sehari-hari ke kota tetangga dibanding ke Sangatta sebagai pusat pemerintahan Kutim.

Menurut Masdari, kondisi tersebut bukan hanya disebabkan perkembangan infrastruktur, namun berkaitan dengan sejarah mobilitas masyarakat pesisir yang lebih dahulu berkembang sebelum Kota Bontang tumbuh sebagai kawasan industri.

Baca Juga :  Ketua DPRD Kutai Timur Kunjungi dan Salurkan Bantuan Pupuk Pertanian ke Kelompok Tani Semangka Jaya

“Dekat, bukan mudah. Lebih dekat perjalanan dia ke Bontang daripada ke Kutai Timur. Itu yang jadi permasalahan kalau saya lihat,” ujarnya di Sangatta.

Ia menambahkan sejumlah wilayah seperti Bengalon dan kampung-kampung tua lainnya telah ramai sejak dahulu. Perubahan dinamika wilayah membuat orientasi aktivitas warga kini lebih condong ke Bontang.

Masdari menilai fakta geografis tersebut harus menjadi pertimbangan dalam penyusunan kebijakan layanan publik. Banyak warga di perbatasan disebut kesulitan mengakses administrasi kependudukan, pendidikan, hingga layanan kesehatan karena jarak yang tidak proporsional.

Baca Juga :  Novel Minta Pemerintah Segera Laksanakan Program MYC

Salah satu keluhan yang sering muncul setiap tahun adalah sistem zonasi pendidikan. Warga Sidrap dan Teluk Pandan di wilayah Kutim harus menempuh perjalanan jauh ke sekolah di Sangatta, padahal lokasi sekolah di Bontang jauh lebih dekat.

Baca Juga :  Perhatikan Stok dan Harga Sembako di Kutim, Faisal Rachman Minta Pemkab Kerja Sama dengan Agen

Ia menyarankan Pemerintah Kutim menjalin koordinasi intensif dengan Pemerintah Kota Bontang melalui kerja sama pelayanan, terutama untuk sektor pendidikan dan administrasi dasar. Masdari menegaskan DPRD siap mendorong pembahasan kebijakan yang lebih fleksibel agar warga perbatasan tidak merasa terabaikan.

“Jangan sampai tinggal di perbatasan berarti tinggal di wilayah yang dilupakan. Mereka tetap warga Kutim dan harus mendapat pelayanan yang layak,” tegasnya. (Adv/bk)