Sangatta – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) terus memperkuat kapasitas tenaga pendidik melalui perluasan program pendidikan inklusif yang menyasar seluruh satuan pendidikan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutim, Mulyono, menjelaskan bahwa pihaknya menargetkan setiap sekolah memiliki setidaknya satu guru inklusi sehingga anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh layanan pendidikan yang layak tanpa harus selalu bergantung pada Sekolah Luar Biasa (SLB).
Mulyono mengatakan bahwa jumlah SLB di Kutai Timur belum mampu menampung seluruh peserta didik berkebutuhan khusus. Karena itu, sekolah reguler wajib memiliki tenaga pendidik yang memahami pendekatan inklusi.
“Kita ingin setiap sekolah punya minimal satu guru inklusi. Karena tidak mungkin semua anak diserahkan ke SLB, jumlahnya terbatas,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, pada tahun 2024 Disdikbud telah mengirim 191 guru untuk mengikuti program kuliah inklusi di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Pada tahun 2025, jumlahnya ditingkatkan menjadi 300 guru. Mulyono menargetkan dalam dua tahun ke depan, seluruh sekolah di Kutim sudah memiliki guru pendidikan inklusi yang tersertifikasi.
Selain fokus pada pendidikan inklusi, pemerintah juga meningkatkan kualifikasi akademik guru non-sarjana melalui program RPL (Rekognisi Pembelajaran Lampau) di Universitas Negeri Malang (UM). Program percepatan ini memungkinkan guru menyelesaikan studi Sarjana (S1) dalam waktu dua tahun, tanpa mengganggu proses mengajar di sekolah. Ia menegaskan bahwa peningkatan kualifikasi akademik diperlukan untuk memperkuat profesionalisme guru.
“Kami tidak ingin ada lagi guru yang belum sarjana. Dengan RPL, mereka bisa kuliah sambil tetap mengajar,” jelasnya.
Kebijakan tersebut sejalan dengan visi pembangunan sumber daya manusia Kutai Timur yang menekankan kesetaraan, akses layanan pendidikan yang merata, dan peningkatan mutu pembelajaran. Pemkab Kutim berharap komitmen ini dapat mempercepat terwujudnya sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkeadilan.





